Bismillaahirrahmaanirrahiim
Aku menyapu bahuku dari air hujan yang merintik. Keningku mengernyit, berusaha mencari jawaban, mengapa istana cahaya bisa semendung ini. Bahkan sinarnya telah kalah oleh bulir-bulir air dari proses kondensasi uap di atmosfer. Ada apa gerangan?
Katanya, peradaban manusia es akan bangkit. Katanya, terjadi siklus anomali air berbias cahaya. Katanya, ratu matahari menangis. Beberapa desas-desus itulah yang menguak ke permukaan. Kau tahu, semua hanya bisikan palsu sampai adanya bukti yang menguatkan.
"Kerajaan menggila! Putri cahaya akan dijadikan selir oleh raja matahari!" seorang pengawal istana mencoba membuka topik pembicaraan.
Beberapa tukang masak istana begitu berminat menyimak prahara yang dicap fenomenal itu. Para ajudan dan penasihat yang turut bergabung dalam lingkaran pun, mengangguk-angguk tak percaya.
Beberapa tukang masak istana begitu berminat menyimak prahara yang dicap fenomenal itu. Para ajudan dan penasihat yang turut bergabung dalam lingkaran pun, mengangguk-angguk tak percaya.
"Ee, itukah alasan mengapa putri cahaya bisa begitu bersinar?"
"Maksudmu karena dia selalu didukung oleh pusat tata surya, begitu? Licik!"
"Betul, betul! Padahal orang lain harus berusaha keras untuk sebuah pengakuan."
"Huh, bahkan hanya dengan tersenyum, dia bisa menggenggam kerajaan."
"Lantas bagaimana nasib ratu matahari selanjutnya?"
Oalah, putri cahaya. Ternyata ini semua tentang dia, karena dia. Berapa kali pun didengar, kabar burung itu beneran bikin naik darah. Dan aku harus gigit jari saat tak bisa mengklarifikasi kebenarannya.
Telepon nggak dijawab, sms nggak dibalas, batang hidung nggak kelihatan. Kemana perginya si putri cahaya yang berhasil menggegerkan satu istana itu?
Telepon nggak dijawab, sms nggak dibalas, batang hidung nggak kelihatan. Kemana perginya si putri cahaya yang berhasil menggegerkan satu istana itu?
。:゚*【・-・?】*゚:。
"Apa kau benar-benar akan mendampinginya?! Apa kau seburuk itu, hah?! Untuk kasus ini, kau tuh bak parasit yang merusak tatanan istana!" bentakku keras pada putri cahaya yang kini bungkam, wajahnya pias.
Emosiku memuncak. Tak terkontrol, aku kembali membentaknya, "Kau mikir nggak sih?! Jadi selirnya raja matahari? Huh, nggak banget! Dengkul bodoh!"
"Huwaaa...!!" jerit putri cahaya. Dia menangis, meledak-ledak. Lalu dia melemparkan kertas-kertas yang ada di atas mejanya. Beterbanganlah surat-surat pengakuan, petisi rakyat dan titah kerajaan yang ditandatangani oleh raja matahari.
Apa?!
Aku memungut dan meneliti lembar demi lembar, kertas yang dilemparkan putri cahaya di tengah raungan putus asanya. Dadaku bergemuruh. Pikiranku kacau seketika. Apa aku sudah termakan gosip sedemikian jauhnya?
"Aku berusaha keras ... sama ... seperti yang lain ... ketika hendak mendapatkan pengakuan dari pihak kerajaan," kata putri cahaya terbata-bata.
Aku terdiam, tak mengeluarkan sepatah kata pun.
Dia menyeka air matanya, kemudian berbisik kesal, "...Tapi perasaan raja padaku mengacaukan segalanya! Kau tahu, dia bahkan berniat membuang ratu matahari! Itu ... itu ... argh!! Apa kau bisa bayangkan bagaimana perasaanku saat ini?"
Aku tetap membisu. Perasaanku campur aduk. Apa ini?! Aku seperti didongengkan kisah konspirasi perang terselubung. Kacau, ini benar-benar kacau! Kutatap putri cahaya lekat, sosoknya yang kini merapuh, membuatku semakin mengutuk kebusukan raja.
Dia terisak tak berdaya, "Rasanya mau menghilang saja. Aku tidak tahan lagi. Sungguh! Aku sudah bersiap untuk melarikan diri."
Aku terdiam, tak mengeluarkan sepatah kata pun.
Dia menyeka air matanya, kemudian berbisik kesal, "...Tapi perasaan raja padaku mengacaukan segalanya! Kau tahu, dia bahkan berniat membuang ratu matahari! Itu ... itu ... argh!! Apa kau bisa bayangkan bagaimana perasaanku saat ini?"
Aku tetap membisu. Perasaanku campur aduk. Apa ini?! Aku seperti didongengkan kisah konspirasi perang terselubung. Kacau, ini benar-benar kacau! Kutatap putri cahaya lekat, sosoknya yang kini merapuh, membuatku semakin mengutuk kebusukan raja.
Dia terisak tak berdaya, "Rasanya mau menghilang saja. Aku tidak tahan lagi. Sungguh! Aku sudah bersiap untuk melarikan diri."
Tanpa sadar, aku langsung memeluknya. Wahai hati, dia tersesat lagi menyesakkan. Semoga ada kemilau cahaya, benang merah, ranting patah, remah roti, atau apapun itu, yang bisa memfokuskan perhatiannya, menjadi petunjuk jalan dan membuatnya keluar dari sini.
"Jangan lari," ucapku lembut. "Setidaknya untuk masa sekarang, kau tidak punya pilihan lain, selain bertahan ketika orang lain dipersulit dengan kemalasan dan kepayahan. Dan sudah takdirmu pula, kau harus bertempur dengan emosi dan sentimen."
Mendengar pernyataanku, putri cahaya hanya diam, tak merespon. Aku meraung padanya, "Lawan dia! Dia hanya raja, bukan Tuhan! Jangan mau didikte olehnya!"
Manik mata putri cahaya membesar. Aku mempererat pelukanku. Aku tidak menjamin dia bisa menyelesaikan masalahnya dengan solusi yang kuberikan. Namun aku menjamin, dia tidak akan sendirian melewati ini semua.
"Ee, gimana kalau aku mendatangkan pangeran cahaya?" celetuk putri cahaya tiba-tiba. "Coba pikir, deh. Misal pangeran dan putri cahaya sudah bersatu, raja pasti nggak bakal mericuh lagi. Solusi cerdas, kan?"
Dahiku mengernyit. Detik berikutnya, kuketuk kepalanya tanpa ampun. Tokk! Serta merta dia meringis perih, "Aw... sakit, tahu!"
"Kau mikir yang nggak-nggak, sih! Emang pangeran cahaya dipungut di kolong jembatan, gitu? Atau dipetik dari kebun istana, gitu? Aish, keberadaannya saja tidak terdeteksi, mau mendatangkannya? Mimpi!"
Putri cahaya cemberut. Melihatnya seperti itu, aku langsung terbahak.
"Ee, gimana kalau aku mendatangkan pangeran cahaya?" celetuk putri cahaya tiba-tiba. "Coba pikir, deh. Misal pangeran dan putri cahaya sudah bersatu, raja pasti nggak bakal mericuh lagi. Solusi cerdas, kan?"
Dahiku mengernyit. Detik berikutnya, kuketuk kepalanya tanpa ampun. Tokk! Serta merta dia meringis perih, "Aw... sakit, tahu!"
"Kau mikir yang nggak-nggak, sih! Emang pangeran cahaya dipungut di kolong jembatan, gitu? Atau dipetik dari kebun istana, gitu? Aish, keberadaannya saja tidak terdeteksi, mau mendatangkannya? Mimpi!"
Putri cahaya cemberut. Melihatnya seperti itu, aku langsung terbahak.
。:゚*【・-・?】*゚:。
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Terjemahan QS. Al Baqarah ayat 286).
Makassar, sesuatu yang tidak membunuhmu, membuatmu lebih kuat.
Tertanggal 18 Mei 2013 Miladiyah / 8 Rajab 1434 Hijriyah.
Makassar, sesuatu yang tidak membunuhmu, membuatmu lebih kuat.
Tertanggal 18 Mei 2013 Miladiyah / 8 Rajab 1434 Hijriyah.